A.
PENGERTIAN ETIKA
Kata etika
berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat istiadat (kebiasaan). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik.
B. PENTINGNYA ETIKA
Dalam pergaulan
hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di
perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.
Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan
sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman
pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat
agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya
serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat
kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal
itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para
ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Ada dua macam
etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya
prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha
meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang
dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA
NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup
ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus
memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara
umum dapat dibagi menjadi :
a. ETIKA
UMUM,
berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara
etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip
moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
b. ETIKA
KHUSUS,
merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang
khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil
keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya
lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.
ETIKA KHUSUS
dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut
kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai
kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu
diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan
manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan
(keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangan dunia
dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan
hidup.
DILEMA
ORIENTASI ETIKA VS ORIENTASI PROFIT
A.
Pedahuluan
Pada kondisi
bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis
yang meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari
nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh
misalnya melakukan kolusi dan nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk
memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada keprihatinan banyak pihak akan berkembangnya
fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau a-moral tersebut, bahkan ada
angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika ingin meraih
keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa perkembangan bisnis
yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi mengejar keuntungan
bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus melangar hukum dan
peraturan.
Di dalam
praktik bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena
laba merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Suseno (1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi
yaitu keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik
bisnis yang curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari
pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan
kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan
hak-hak pekerja, jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum.
Oleh karena itu penerapan konsep bisnis yang berorientasi pada
kesejahteraan
masyarakat tampak masih jauh dari harapan. Masalah yang muncul,
sudah begitu
parahkah praktik dunia bisnis kita?.
DILEMA
ORIENTASI ETIKA VS ORIENTASI PROFIT
A.
Pedahuluan
Pada kondisi
bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis
yang meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari
nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh
misalnya melakukan kolusi dan nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk
memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada keprihatinan banyak pihak akan berkembangnya
fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau a-moral tersebut, bahkan ada
angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika ingin meraih
keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa perkembangan bisnis
yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi mengejar keuntungan
bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus melangar hukum dan
peraturan.
Di dalam
praktik bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena
laba merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Suseno (1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi
yaitu keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik
bisnis yang curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari
pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan
kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan
hak-hak pekerja, jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum.
Oleh karena itu penerapan konsep bisnis yang berorientasi pada
kesejahteraan
masyarakat tampak masih jauh dari harapan. Masalah yang muncul,
sudah begitu
parahkah praktik dunia bisnis kita?.
DILEMA
ORIENTASI ETIKA VS ORIENTASI PROFIT
A.
Pedahuluan
Pada kondisi
bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis
yang meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari
nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh
misalnya melakukan kolusi dan nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk
memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada keprihatinan banyak pihak akan berkembangnya
fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau a-moral tersebut, bahkan ada
angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika ingin meraih
keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa perkembangan bisnis
yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi mengejar keuntungan
bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus melangar hukum dan
peraturan.
Di dalam
praktik bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena
laba merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Suseno (1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi
yaitu keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik
bisnis yang curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari
pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan
kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan
hak-hak pekerja, jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum.
Oleh karena itu penerapan konsep bisnis yang berorientasi pada
kesejahteraan
masyarakat tampak masih jauh dari harapan. Masalah yang muncul,
sudah begitu
parahkah praktik dunia bisnis kita?.
DILEMA
ORIENTASI ETIKA VS ORIENTASI PROFIT
A.
Pedahuluan
Pada kondisi
bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis
yang meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari
nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh
misalnya melakukan kolusi dan nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk
memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada keprihatinan banyak pihak akan berkembangnya
fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau a-moral tersebut, bahkan ada
angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika ingin meraih
keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa perkembangan bisnis
yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi mengejar keuntungan
bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus melangar hukum dan
peraturan.
Di dalam
praktik bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena
laba merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Suseno (1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi
yaitu keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik
bisnis yang curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari
pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan
kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan
hak-hak pekerja, jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum.
Oleh karena itu penerapan konsep bisnis yang berorientasi pada
kesejahteraan
masyarakat tampak masih jauh dari harapan. Masalah yang muncul,
sudah begitu
parahkah praktik dunia bisnis kita?.
DILEMA
ORIENTASI ETIKA VS ORIENTASI PROFIT
A.
Pedahuluan
Pada
kondisi bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis yang meninggalkan etika yaitu
melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari nilai dan norma moral yang
diterima umum dalam masyarakat.
Di dalam praktik bisnis tidak ada seorang
pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena laba merupakan basis
kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Suseno
(1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi yaitu keinginan
untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik bisnis yang curang.
Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari pemerintah banyak
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan kadang-kadang
menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan hak-hak pekerja,
jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum. B. Orientasi Bisnis di Era Global
Gelombang
globalisasi telah melanda berbagai sektor berkembang pesat berdampak luas
bisnis. Kinichi Ohmae (1995) menyatakan bahwa akibat globalisasi, batas-batas
antar negara menjadi tidak begitu penting lagi. Perdagangan bebas AFTA untuk
negara-negara Asia tenggara yang dimulai 2003 dan APEC tahun 2020 diperkirakan
akan menuntut pergeseran paradigma dalam berbisnis, yaitu bahwa dimensi etika
dalam dunia bisnis menjadi salah satu kunci utama dalam berbisnis.
Globalisasi
dalam berbagai bidang akan mengakibatkan semakin banyak hal-hal yang uncontrollable
bagi perusahaan, bahkan oleh pemerintah sekalipun. Eksistensi bisnis
tertentu di Indonesia yang selama ini karena adanya dukungan orang kuat dan hak-hak
istimewa lainnya, nantinya tidak bisa menolak menghadapi tekanan internasional.
Interdependensi antar negara menjadi semakin besar. Persaingan bisnis dengan
aturan main yang bersifat global seperti ketentuan world trade organization (WTO)
dan international standards organization (ISO) tidak bisa lagi diabaikan.
Tekanan internasional seperti tentang perburuhan, human right, dan keadilan
akan menjadi persyaratan dalam berbisnis.
C. Etika dan Moralitas
Untuk memahami
apakah etika, kita perlu terlebih dahulu membedakannya dengan moralitas.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana ita harus hidup secara baik
sebagai manusia. Sistem nilai terkandung dalam ajaran yang berbentuk
petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan dan perintah yang diwariskan secara
turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia
harus hidup dengan baik agar mereka benar-benar menjadi manusia yang baik.
Moralitas merupakan tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan tentang
yang baik atau yang buruk. Moralitas memberi manusia petunjuk konkret tentang
bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak, dalam hidup ini sebagai
manusia yang baik dan bagaimana harus menghindari perilaku-perilaku yang buruk.
Lain dengan
moralitas, etika harus dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbeda
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pada pendekatan yang kritis
dalam melihat nlai dan norma moraltersebut serta permasalahan yang timbul dalam
kaitan dengan nilai dan norma moral tersebut.
Etika adalah
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang terwujud dalam
sikap dan perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Karena
etika merupakan refleksi kritis terhadap moralitas maka etika tidak bermaksud
untuk bertindak sesuai moralitas begitu saja. Etika menghimbau orang untuk
bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena diperintahkan oleh nenek
moyang atau guru, melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik
bagi dirinya dan bukan sekedar ikut-ikutan. Ia sendiri sadar secara kritis
bahwa tindakan seperti itu baik bagi dirinya dan bagi masyarakat karena alasan-alasan
yang rasional.
D. Orientasi Profitabilitas versus orientasi Etis dalam
Bisnis
Pandangan
pebisnis sering dihadapkan pada suatu dilema antara pilihan berbisnis dengan
orientasi priofit atau berbisnis secara etis. Sedangkan pilihan lain yaitu
bisnis yang berorientasi profit sekaligus etis, yang selama ini sepertinya
sulit dilakukan, sebab kedua hal tersebut lebih sebagai pilihan orientasi yang mutually
exclusive atau saling menghilangkan dan tidak sejalan satu dengan
lainnya. Apabila tentang
bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak, dalam hidup ini sebagai
manusia yang baik dan bagaimana harus menghindari perilaku-perilaku yang buruk. Etika adalah refleksi kritis dan rasional
mengenai nilai dan norma moral yang terwujud dalam sikap dan perilaku hidup
manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. D. Orientasi Profitabilitas versus orientasi Etis dalam
Bisnis
Pandangan
pebisnis sering dihadapkan pada suatu dilema antara pilihan berbisnis dengan
orientasi priofit atau berbisnis secara etis. Sedangkan pilihan lain yaitu
bisnis yang berorientasi profit sekaligus etis, yang selama ini sepertinya
sulit dilakukan, sebab kedua hal tersebut lebih sebagai pilihan orientasi yang mutually
exclusive atau saling menghilangkan dan tidak sejalan satu dengan
lainnya. Apabila laba yang sebesar-besarnya yang ingin dicapai, maka
kemungkinan harus mengabaikan etika, sebaliknya jika lebih mengutamakan etika
maka mustahil diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan ketika bisnis
secara etis masih sejalan dengan orientasi profit karena biayanya tidak besar
maka kemungkinan pelaku bisnis masih bersedia berbisnis secara etis. Namun jika
harus dihadapkan pada pilihan yang dilematis antara profit dan etika, maka
fenomena yang ada
memaksa
pebisnis pada pilihan yang mengutamakan profit, karena keuntungan mutlak
diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan bisnisnya.
E. Sifat Etika Bisnis
Apakah suatu
praktik bisnis bisa dikatakan berdimensi etis atau tidak etis bisa dikaji
dengan memahami esensi dari etika bisnis dari pandangan utilitariabism (kemanfaatan),
relativism (relativitas) dan legalism (legalitas). Menurut
pandangan utilitariabism, bisnis dinyatakan etis jika memberikan manfaat
kepada banyak orang. Tetapi pandangan ini akan akan berdampak adanya
pihak-pihak yang dikorbankan. Sebagai contoh pembangunan jalan layang jelas
menguntungkan, namun dalam keuntungan yang diperoleh pebisnis mempunyai dampak
berupa hilangnya kesempatan petani mengelola tanah produktif dan rusaknya keseimbangan
ekosistem.
Menurut
pandangan relativism, bisnis dinyatakan etis bila mayoritas berpandangan
setuju atau sesuatu yang bersifat umum dilakukan. Namun berbisnis secara etis
bukan merupakan pengikut relativism. Seprti misalnya banyak kasus bribery
dan extorsion yang keduanya merupakan kasus penyuapan. Pada bribery,
inisial penyuapan berasal dari pemberi (giver), sedangkan extorsion inisial
penyuapan dari pihak penerima (receiver). Demikian juga berbisnis secara
etis bukan pengikut pandangan legalism, karena berbisnis lebih dari
sekedar taat pada aturan hukum yang ada, namun ketentuan legal merupakan
persyaratan minimum dari suatu tindakan bisnis yang etis. Seperti misalnya
ketentuan upah minimum, maka perusahaan yang berdimensi etis akan memberikan
upah lebih dari jumlah tersebut yaitu pemberian upah yang berorientasi pada
terpenuhinya kebutuhan karyawan lebih luas dengan memperhatikan kemampuan
perusahaan secara jujur.
F. Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia.
Etika bisnis
dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika
dibandingkan dengan etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti
etika politik, dan kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan
semakin gencarnya pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama
dengan hidupnya kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika
bisnis perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka
perilaku bisnis di Indonesia.etika bisnis di
Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama
yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja mencari
keuntungan sebagaimana dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul dari
kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku
yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti adanya persaingan
tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya.
Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang kegiatan bisnis
selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun tidak akan tercapai.
Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang
diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah melayani dan memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihakpihak yang terkait dalam
bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang demikian itu, nampaknya
hingga sekarang masih jauh dari harapan.
G. Dampak Negatif Akibat Implementasi Bisnis yang Tidak Etis
di Indonesia
Pada dunia
bisnis, upaya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan hal
yang wajar. Bahkan upaya ini akan menyemarakkan keseluruhan sistem perekonomian
nasional, dalam arti keuntungan yang sebesarbesarnya didapatkan dengan
melaksanakan berbagai kegiatan yang akan mempengaruhi perekonomian. Namun
sayangnya dalam kenyataan upaya mendapatkan keuntungan tersebut cenderung
mengabaikan etika bisnis.
Keuntungan yang
besar diperoleh dengan mengorbankan faktor-faktor bisnis lainnya. Perilaku
bisnis yang tidak etis untuk mendapatkan keuntungan maksimum akan berdampak
sebagai berikut.
1.
Upah dan kesejahteraan karyawan menurun.
2. Mematikan usaha pemasok
3. Merusak lingkungan
4. Merugikan konsumen.
namun demikian,
pada saat ini tidak boleh pesimis dengan kemampuan etika dan moral sebagian pengusaha
kita yang berambisi untuk bisnis yang halal dan berkah. Mereka sebagai
pengusaha yang patriotik mengajak dan memperingatkan para pengusaha lainnya
untuk selalu berlaku etis dan moralis. Asosiasi pengusaha seperti KADIN dapat
menjadi pendorong ke arah pelaksanaan etika
dan moral usahawan yang lebih baik untuk itu perlu adanya reorientasi baru di
mana para pimpinan harus memahami etika dan moral bisnis yang memadai.
H. Upaya Pengembangan Implementasi Etika Bisnis di Indonesia
Upaya
mengembangkan praktik bisnis yang etis di Indonesia dapat dilakukan melalui
berbagai cara yang elegan. Cara-cara tersebut antara lain meliputi:
1.
Mengembangkan lingkungan usaha yang etis.
2. Menciptakan kredo perusahaan yang etis dan
moralis.
3. Mengembangkan etika melalui pendidikan
manajemen.
Kajian ini
menggugah kesadaran kita bahwa keberhasilan bisnis dan manajemen tidak hanya
ditentukan oleh keberhasilan material berupa keuntungan dan pertumbuhan
perusahaan. Kenyataan membuktikan bahwa lingkup kegiatan bisnis dan manajemen
tidak hanya menyangkut lingkup ekonomi dan manajemen secara murni, melainkan
menyentuh juga aspek-aspek manusiawi dan etika. Oleh karena itu dalam setiap
keputusan dan tindakan bisnis, aspek-aspek manusiawi dan etika tersebut ikut
berperan di dalamnya.
Sejalan dengan
peran etika yang semakin penting dalam bisnis modern, maka para praktisi bisnis
harus melihat bahwa mereka memiliki peran yang sangat strategis dalam
menyelaraskan wajah dunia bisnis kita di masa depan. Semakin aspek-aspek
manusiawi dan etis diperhatikan dalam kegiatan bisnis, maka masyarakat dan
budaya kita juga akan menjadi semakin etis dan bermoral seperti yang
diharapkan.
http://dion.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35636/Konsep+Etika+Bisnis.docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar